Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) sangat menyayangkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Kalimantan Selatan, yang memidana wartawan Banjarhits.id terkait pemberitaan sengketa lahan.
Keputusan tersebut dinilai telah menciderai kebebasan pers, dan akan menjadi rujukan bagi penegak hukum dalam menindaklanjuti pengaduan sengketa pers di kemudian hari.
"Ini tidak boleh dibiarkan," tegas Novermal, SH, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Jaringan Media Siber Indonesia, Selasa (11/8/2020).
"Harus ada upaya hukum Banding dan atau Kasasi, supaya lex specialis UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers bisa ditegakan," tambahnya. "Hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan hukum yang bersifat umum," tegasnya.
Dikatakan Novermal, majelis hakim harus membebaskan wartawan Banjarhits.id dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum, karena sengketa pers tersebut sudah diselesaikan oleh Dewan Pers sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dan keputusan Dewan Pers melalui Pernyataan, Penilaian dan Rekomensasi (PPR) sudah dilaksanakan oleh Banjarhits.id dengan memuat hak jawab pengadu dan sudah menghapus berita terkait.
Novermal meminta Dewan Pers membantu wartawan Banjarhits.id dalam upaya hukum Banding dan atau Kasasi. "Majelis hakim Banding dan atau Kasasi harus diyakinkan bahwa Undang-Undang Pers itu lex specialis, yang mana, apabila sengketa pers sudah diselesaikan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Pers, tidak boleh lagi ada pemidanaan dan atau tuntutan ganti rugi," tegasnya.
Novermal juga meminta Dewan Pers memperkuat kesepakatan dengan Kapolri dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait sengketa pers.
"Polri harus menghormati kespesialisan Undang-Undang Pers, dan Polri tidak boleh lagi melakukan proses hukum atas sengketa pers yang sudah diselesaikan oleh Dewan Pers," tegasnya.
Novermal juga menghimbau masyarakat untuk menghormati kerja-kerja jurnalistik.
"Silahkan melapor ke Dewan Pers, jika merasa dirugikan oleh pemberitaan media," ujarnya.
"Karena, Undang-undang Pers mengamanatkan demikian," tegasnya.
Novermal juga mengingatkan kembali pelaku media untuk taat dengan ketentuan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers.
"Berberita itu harus berdasarkan fakta dan berbasis data, berimbang, dan tidak boleh memuat opini yang menghakimi," tegasnya.
Seperti diberitakan banyak media, seorang wartawan Kalimantan Selatan, Diananta Putra Sumedi, Pemimpin Redaksi media siber Banjarhits.id diputus bersalah, Senin (10/8) oleh majelis hakim PN Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Terdakwa diputus bersalah karena melakukan ujaran kebencian terkait tulisannya tentang konflik tanah antara suku Dayak dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang dinilai dapat menyulut konflik, dan dijatuhi hukuman penjara 3 bulan 15 hari.
Berita yang dipermasalahkan pelapor berjudul "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" yang dipublis Banjarhits.id tanggal 9 November 2019. Pelapor bernama nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan.
Sukirman mengadukan kasus ini ke Polda Kalimantan Selatan dan Dewan Pers pada November 2019. Meski sedang ditangani Dewan Pers, ke polisi tetap melanjutkan proses penyelidikan.
Penyidik memanggil Diananta melalui surat Nomor B/SA-2/XI/2019/Ditreskrimsus untuk dimintai keterangan oleh penyidik tanggal 26 November 2019.
Pada 5 Februari 2020, Dewan Pers memutuskan bahwa redaksi Kumparan.com menjadi penanggung jawab atas berita yang dimuat itu, bukan Banjarhits.id yang menjadi mitra. Dewan Pers juga memutuskan, berita yang dilaporkan melanggar Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik, karena menyajikan berita yang mengandung prasangka atas dasar perbedaan suku (SARA).
Dewan Pers merekomendasikan agar teradu melayani hak jawab dari pengadu, dan menjelaskan persoalan pencabutan berita yang dimaksud. Rekomendasi itu tertuang dalam Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers.
Masalah sengketa pers ini dinyatakan selesai dan pihak Kumparan melalui Banjarhits.id sudah memuat hak jawab dari teradu, dan menghapus berita yang dipermasalahkan.