Sem Haesy, Pemimpin Umum AkarPadiNews.com
BERBEDA sejarah dengan kebanyakan pers di berbagai negara, pers Indonesia tumbuh bersama pers perjuangan. Gerak perjuangan pers Indonesia, tak bisa dipisahkan dengan perjuangan kebangsaan, dan mengemuka di awal abad ke 19 dan awal abad ke 20.
Sejumlah tokoh perjuangan kebangsaan adalah juga tokoh pers Indonesia, seperti Haji Omar Said Tjokroaminoto, RM Tirto Adhisoerjo, H. Agus Salim, Abdul Moeis, yang dilanjutkan oleh generasi berikutnya, seperti Parada Harahap, Adinegoro, Soemanang, Rohana Kudus, Moh Natsir, SK Trimoerti, Mochtar Lubis, Rosihan Anwar, Hamka, M. Said, Adam Malik, BM Diah dan lain-lain. Proklamator Soekarno - Hatta juga tak bisa dilepas kaitannya dengan pers Indonesia.
Pers bagi Indonesia dan negara-negara serantau, terutama Malaysia, Singapura, dan Filipina, adalah 'bara api revolusi,' yang menjadi suluh melintasi gelap zaman. Pers, memainkan peran strategis, ketika bangsa sedang mengalami berbagai masalah, meskipun seringkali diperlakukan secara tidak adil dalam keadaan normal.
Kebebasan dan kemerdekaan pers selalu diganggu dengan beragam kepentingan politik, termasuk berbagai kepentingan sesat sesaat oleh para penumpang gerakan perubahan, dengan beragam busananya (revolusi dan reformasi). Tapi, selalu saja, pers -- bagai air yang mengalir -- menemukan cara dan jalan pengabdian dan perjuangannya.
Pun demikian, ketika tata kehidupan sosial secara global sangat ditentukan oleh algoritma dan angka-angka dalam beragam bentuk, termasuk industrialisasi dan peruibahan cepat ke era digitalisasi yang oleh kalangan imagineer, pertama kali disebut sebagai era digitalisasi.
Dalam situasi demikian, pers -- khasnya di Indonesia -- tak kan pernah padam, bagaimana perilaku rezimnya, termasuk kini ketika media diombang-ambing oleh kegamangan, ketidakpastian, keribetan, dan kemenduaan, dan masyuarakat selalu cenderung diharap menjadi masyarakat ambivalensia antara kebenaran dan dusta.
Benar yang pernah dikatakan Ilham Bintang, Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, "Media boleh mati, tapi pors akan selalu hidup, selamanya." Karenanya, jurnalisma juga akan hidup, karena di dalam nafas profesi jurnalis mengalir spirit kemuliaan, prophetic mission.
Tan Sri Johan Jaaffar - Wartawan Negara Malaysia, salah seorang pendiri dan Presiden pertama ISWAMI (Iakatan Setia Kawan Wartawan Malaysia Indonesia) - ketika menyampaikan ucapan selamat Hari Pers Nasional 2021 secara videotik menyatakan, "Pers tidak mungkin dijejaskan oleh malapetaka, bencana alam, sengketa, wabah penyakit, dan lain-lain." Kuncinya adalah komitmen untuk terus memperjuangkan pers yang merdeka, media yang bebas, dan bertanggungjawab dan berdisiplin sehingga profesi kewartawanan dihargai, dihormati dan dipandang tinggi oleh masyarakat di sepanjang masa.
Pers senantiasa dituntut menjadi nyala suluh dan bara di atas tungku, ketika suatu masyarakat, negara dan bangsa sedang dilanda ketidak-jelasan, bahkan kegelapan mengatasi tantangan-tantangan peradaban, seperti kini, ketika pandemi nanomonster Covid-19 yang menyebar dari Wuhan, China, melanda seanteoro dunia.
Komitmen pers Indonesia menjadi suluh dalam situasi ketidak-jelasan, itu mengemuka dari pidato Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S. Depari yang menyatakan, bahwa komitmen pers sebagai mulut, mata, telinga, otak, hati dan jiwa bangsanya semakin relevan di tengah pandemi yang sedang melanda umat manusia kini. Tidak hanya karena jiwa raga neghara, bangsa, dan masyarakat sedang sakit. Juga karena pers dan media pun sedang sakit.
Lantang Atal menyatakan gah, houd, nyali dan inner power pers dan kaum jurnalis sejati, meski dalam keadaan sakit alias tepar, pers dan media ditutut oleh tugas kemanusiaannya untuk menjadi jembatan komunikasi dan informasi masyarakat. Saya memaknai pernyataan Atal yang menggugah kesadaran dan tanggungjawab kemanusiaan jurnalis, itu juga sebagai dhamir ummah, public consciences.
Kesadaran yang menjadi modal utama dalam menghidupkan entusiasme menghidupkan simpati, empati, apresiasi, respek dan cinta kasih kemanusiaan sebagai aliran darah di nadi peradaban. Termasuk dalam memerangi infodemi yang jauh lebih berbahaya dari pandemi itu sendiri, yang disebar-tularkan oleh 'kaum separo' yang tak peduli dengan situasi, karena sibuk hanya memikirkan kepentingannya sendiri.
Pernyataan Atal perlu diberi tanda bold, sebagai seruan kemanusiaan dan tanggungjawab profesional pers untuk selalu cendekia, kritis, tangkas, dan bijak untuk menggerakkan kesadaran kongkret menempatkan diri sebagai solusi, mendahulukan cara katimbang alasan dalam menggerakkan peradaban baru yang bersih, sehat, efektif, efisien, jujur, dan berpijak di bumi realita.
Karenanya, sangat wajar bila Atal juga meng-appeal Presiden untuk mengambil jalan tepat prioritas memberi vaksin yang sesungguhnya bagi pers Indonesia. Yakni kebijakan khas -- antara lain, menepati janji memberikan insentif ekonomi, untuk industri pers nasional sebagaimana mengemuka dalam Konvensi Nasional Media Massa yang digelar di Taman Impian Jaya ANCOL (Senin, 8/2/21).
Relevan dengan pernyataan Atal, itu kolaborasi, sinergi, soliditas, dan solidaritas kemanusiaan dan kemasyarakatan menjadi penting dalam menjawab tantangan kongkret saat ini.
Karenanya, tepat sekali Gubernur Jakarta Raya, Anies Rasyid Baswedan menyatakan, kolaborasi pers dengan pemerintah menjadi penting untuk secara bersama-sama dapat menghadapi tantangan pandemi Covid-19. Sekaligus terus mengabarkan optimisme kepada semua pihak hingga pandemi berakhir.
Momentum hari pers di tengah pandemi ini, menurut Anies, dapat kita jadikan sebagai sarana untuk semakin memperkuat sinergi dan kolaborasi antara pers, pemerintah, dan masyarakat. Karena, dengan begitu, kita yakin dunia pers Indonesia dapat terus berkontribusi (kepada bangsanya). Tidak hanya dalam menyajikan informasi, tapi juga memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tetap optimistis dalam menghadapi situasi ini,” imbuhnya.
Mensitir tema Hari Pers Nasional 2021 yang menempatkan DKI Jakarta sebagai kota yang berperan besar dalam pemulihan ekonomi pascapandemi, Anies menegaskan, insya Allah pesan optimisme dari media, akan memungkinkan kita bisa mengantisipasi seluruh perubahan, termasuk mempercepat proses pemulihan perekonomian.
Optimisme pers Indonesia yang dikemukakan Atal dan optimisme seorang negarawan yang dikemukakan Anies, bak bara bertemu tungku, bak gayung bersambut gayung, untuk kembali menciptakan kondisi kehidupan kemsyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang gayeng ! Kita percaya Presiden Joko Widodo yang hadir pada upacara Hari Pers Nasional 2021 bersama para petinggi negara lainnya, segera merespon semua pandangan baik itu. Lantas segera beraksi mengalirkan vaksin kebijakan ekonomi bagi pers Indonesia.
Dalam konteks inilah mesti terjadi perubahan minda dalam melihat dan menempatkan pers secara proporsional sebagai suluh kehidupan bangsa, sekaligus alir darah segar di nadi bangsa. Pers Indonesia berkewajiban menempat para insan pers untuk menjalani profesi secara profesional sesuai kompetensinya. Urusan teknis menangkal dan menghalau perwadulan (hoax) kita percayakan kepada pemerintah, lewat Kementerian Kominfo secara proporsional.
Optimisme pers Indonesia darah segar bagi kolaborasi kebangsaan untuk kebangkitan Indonesia Raya dan Jaya. Syabas !