Pengelola media massa berbasis internet atau media digital perlu memahami digital culture. Pemahaman akan budaya dunia digital itu adalah modal penting yang harus dimiliki agar media siber dapat menghasilkan karya pers yang positif dan konstruktif.
Begitu antara lain pesan yang disampaikan Ketua Dewan Pers, Prof. Mohammad Nuh, dalam verifikasi faktual Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Senin pagi (7/3).
“Karena Anda mengelola media siber, maka kuasai yang namanya digital culture. Bagaimana substansi atau hakekatnya,” ujar M. Nuh yang ketika melakukan verifikasi didampingi anggota Dewan Pers Agus Sudibyo.
Karena model komunikasi digital one to many, maka informasi yang disebarkan media siber bersifat ubiquitous atau muncul dimana-mana.
“Dia (informasi yang disiarkan media siber) lintas wilayah, termasuk lintas negara, yang tidak terikat pada waktu dan tidak terikat pada ruang,” ujar M. Nuh lagi.
“Karena itu harus disadari oleh kawan-kawan JMSI, informasi (di dunia digital) memiliki risiko yang sifatnya multifikatif,” ujar M. Nuh yang juga pernah menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika.
Dia mengilustrasikan, bila ada kesalahan, maka kesalahan itu akan menyebar dengan sangat cepat dalam waktu yang singkat.
Dengan demikian, mantan Menteri Pendidikan Nasional ini berpesan agar pengelola media siber, terutama pengelola ruang redaksi, bersikap extra prudent atau ekstra hati-hati.
“Kualitas konten menjadi mutlak untuk diperhatikan,” sambungnya.
Selanjutnya, pengelola media siber perlu menyadari bahwa kekuatan redaksi terletak pada setiap pekerja pers atau wartawan.
Ruang redaksi media siber tidak dikelola seperti ruang redaksi media cetak yang memungkinkan pemusatan atau sentralisasi bahan berita sebelum dirilis sebagai berita.
“Harus ada kepastian mengenai kualitas informasi karya jurnalistik media online. Kalau tidak nanti akan bergeser ke urusan hoax, dan itu akan menjadi rumit,” ujar M. Nuh yang juga memimpin Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Pesan berikutnya yang disampaikan mantan Rektor Institut Teknologi Surabaya (ITS) ini adalah agar pengelola media siber memegang teguh prinsip good journalism.
“Praktik jurnalisme yang baik harus tetap menjadi pegangan kita semua. Kita tidak ingin mengikuti pola medsos. Kita mau cepat tapi tetap dengan good journalism,” sambungnya lagi.
Hal terakhir yang dipesankan M. Nuh adalah pentingnya melakukan upgrading terhadap sikap, pengetahuan, dan skill pekerja pers media siber.
“Kita tidak hanya migrasi dari physical space ke digital space, tetapi juga migrasi mindsite,” demikian M. Nuh.
Ketua Umum Pengurus Pusat JMSI, Teguh Santosa, yang juga hadir dalam verifikasi faktual JMSI Jawa Timur mengucapkan terima kasih atas kehadiran M. Nuh dan Agus Sudibyo.
Menurutnya, kehadiran M. Nuh dan Agus Sudibyo adalah sebuah kehormatan tidak hanya untuk JMSI Jawa Timur, tetapi juga untuk keluarga besar JMSI yang sedang meniti jalan untuk menjadi konstituen Dewan Pers.
Teguh mengatakan, pihaknya akan mengikuti pesan yang disampaikan Ketua Dewan Pers dengan serius. Upgrading terhadap pekerja pers memang harus terus dilakukan agar masyarakat dapat mengenali dengan baik karya jurnalistik produk media siber dan pernyataan-pernyataan yang disampaikan media sosial.
Selain Teguh, pengurus PP JMSI yang hadir dalam verifikasi adalah Sekretaris Bidang Kerjasama Antar Lembaga, Lutfi Hakiem.
Pada kesempatan itu, Ketua JMSI Jatim, Eko Pamuji, mengatakan JMSI Jatim memiliki anggota yang kredibel.
Menurutnya, hampir semua media yang tergabung dalam JMSI telah terverifikasi faktual oleh Dewan Pers.
Eko juga pihaknya kerap menyampaikan pesan agar media siber anggota JMSI Jawa Timur memperhatikan dan mematuhi kode etik jurnalistik dan pedoman pemberitaan media siber.
“Kami selalu menjaga konten dengan baik. Kami juga tidak mau gadaikan trust untuk berita-berita yang tidak layak. Semoga verifikasi faktual JMSI Jatim menjadi semangat kami untuk media siber yang dipercaya masyarakat," tutupnya.