Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh menyampaikan pihaknya mengapresiasi Polri yang dengan cepat mencabut aturan larangan media siarkan arogansi aparat.
Disatu sisi, Dewan Pers juga mengingatkan agar Korps Bhayangkara lebih berhati-hati dalam mengeluarkan aturan yang bertentangan dengan Undang-Undang.
"Dalam hal ini UU 40/1999 tentang pers. Meski merupakan Telegram untuk kepentingan internal, Telegram yang dicabut itu berpotensi membatasi kebebasan pers," kata M Nuh dalam keterangan tertulis, Rabu (7/4).
M Nuh khawatir, Telegram tersebut akan dipraktikan berbeda oleh tiap Kapolda di jajaran.
Untuk itu, kata M Nuh, Dewan Pers membuka pintu dialog dengan Kepolisian, dan juga dapat memfasilitasi diskusi Polri dengan konstituen Dewan Pers dan komunitas pers lainnya demi tercapainya pemahaman bersama tentang pentingnya kebebasan pers dalam demokrasi.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui ada kesalahan dalam penjabaran Surat Telegram (TR) terkait larangan media menyiarkan tindakan arogan aparat Kepolisian.
"Sehingga menimbulkan beda penafsiran. Dalam kesempatan ini saya luruskan, anggota yang saya minta untuk memperbaiki diri untuk tidak tampil arogan namun memperbaiki diri sehingga tampil tegas, namun tetap terlihat humanis, bukan melarang media untuk tidak boleh merekam atau ambil gambar anggota yang arogan, atau melakukan pelanggaran," kata Kapolri kepada wartawan di Jakarta, Rabu (7/4).
Mantan Kapolda Banten ini menegaskan, Korps Bhayangkara selalu membutuhkan masukan dan koreksi dari masyarakat agar bisa terus memperbaiki kekurangan yang dimiliki.