Pers sebagai pilar keempat demokrasi, memiliki tanggung jawab yang besar sebagai agen kebudayaan dan agen perubahan sekaligus agen edukasi kepada masyarakat.
Bahkan dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) baik dari Presiden, Menteri hingga pejabat publik lainnya, seharusnya menjamin tanggung jawab insan pers.
Faktanya hingga saat ini wartawan sebagai pekerja media, masih jauh dari kata sejahtera.
Jika berdasar pada upah layak wartawan, gaji atau honor untuk wartawan pemula Rp 3,5-4 juta.
Setelah 2 tahun, naik Rp 6 juta dan seterusnya disertai dengan jaminan kesehatan, asuransi kecelakaan dan premi pendidikan jika wartawan tersebut mau melanjutkan jenjang pendidikan sesuai dengan kebutuhan kantor media terkait. Itupun berlaku di media-media yang sudah siap dari segi finansial.
Sudah banyak yang mengusulkan, agar upah wartawan, sebaiknya disesuaikan dengan wilayah kerja wartawan, apakah itu di kepulauan, daerah terpencil atau tempat-tempat tertentu yang mengeluarkan ongkos lebih, atau tempat-tempat yang memang harga-harga kebutuhan pokok dan transportasi di atas rata-rata.
Umumnya, jurnalis sama-sama mencari berita, dan gajinya pun harusnya seragam berdasarkan pada kebutuhan hidup layak. Tapi, pada kenyataannya berbeda antara media cetak, elektronik dan online. Upah masih cenderung disesuaikan dengan kebutuhan dan kebijakan masing-masing redaksi.
Atas ketidakjelian pemerintah itu, Anggota Fraksi Nasdem DPR, Fadholi, mendesak pemerintah segera menetapkan dan mengesahkan upah layak wartawan dan jaminan asuransi kesehatan bagi wartawan secara nasional.
Kerena menurutnya, Wartawan dalam UU diakui sebagai buruh, tanggung jawab terhadap jaminan kesehatan dan kesejahteraan tidak lagi semata-mata menjadi tanggung jawab perusahaan media, tetapi juga tanggung jawab negara.
"Insan pers sebagai warga negara yang mempunyai fungsi menjalankan pelaksanaan pilar demokrasi, layak mendapat jaminan untuk meningkatkan kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan," ujar Fadholi, Rabu (7/4).
Ia juga mengaku sangat perihatin dengan kondisi insan pers di Indonesia, terlebih saat kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
"Saya ikut perihatin, karena selama ini belum ada sekalipun pembahasan serius di Pemerintahan mengenai kesejahteraan wartawan," tandasnya.
Menurutnya, perhatian kepada wartawan tidak harus spesifik seperti buruh atau pekerja lainnya.
"Yang saya maksud, pekerja media ini kan sebenarnya butuh perhatian pemerintah. Terutama dari Kementerian terkait seperti Kemenaker, Kemenkes, Kemensos dan KemenPUPR. Kalau yang ada rejeki lebih dan bekerja di perusahaan besar okelah, BPJS bisa bayar sendiri, tapi kalau yang tidak, saya mohon maaf bukan berniat merendahkan temen-temen media yang kecil, tapi kan ini kasihan, siapa yang bayar," tuturnya.
Untuk itu, dirinya juga mendesak Menaker Ida Fauziyah, agar segera menyusun, membuat dan melaksanakan program khusus untuk kesejahteraan wartawan.
"Temen-teman wartawan ini kan perlu dibina. Kita harus bisa memikirkan nasibnya hingga masa tuanya nanti. Harus ada jaminan masa tua bagi wartawan. Harus ada pembinaan dan perhatian lah dari pemerintah," katanya.
"Menaker harusnya tahu pekerja media ini jumlahnya berapa, wartawan di Indonesia ini ada berapa? yang resmi tercatat di Dewan Pers. Menaker juga harus tahu, berapa gaji atau saleri mereka, Kemnaker kan ada program pelatihan terhadap pekerja lain, terus untuk wartawan kapan? kan wartawan juga pekerja," imbuhnya.
Kata Fadholi, Kemnaker harus menyiapkan program konkret seperti pelatihan ekonomi.
"Ini kan gak menyalahi aturan, misalnya mau bisnis online atau apapun kan butuh pelatihan dan bantuan. Jadi wartawan itu juga butuh pelatihan ekonomi," tandasnya.