Aendra Medita Kartadipura, Jurnalis Senior
HARI ini 3 Mei 2021 merupakan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day. Ada yang menarik dari Hari Kebebasan Pers Sedunia ini.
Saya secara pribadi pernah menyuarakan satu kebebasan berpendapat di media Voice of Amerika (VoA) pada tahun 2005, saat itu ada di Washington DC dalam rangka menghadiri sebuah liputan “Festival Film dan Fotografi US-Asean 2005” yang digelar oleh The Grace Heritage Foundation acara bertempat di National Geografi Museum Washington DC Amerika.
Saat itu tahun 2005 di Amerika hari pers dunia ditandai dengan menyematkan nama Ersa Siregar jurnalis RCTI yang gugur dalam tugas di Aceh. Ersa Siregar masuk dalam list di Newsmuseum Washington DC sebuah papan nama para pejuang pers dunia.
Yang masuk daftar Newsmuseum adalah mereka pejuang yang melawan pembungkaman, sensor dan penangguhan, serta untuk mengenang para jurnalis, editor, penerbit yang kehilangan nyawa dalam bertugas di seluruh dunia.
Washington DC memang banyak museum. Dalam seminggu jika kita menjelajahi museum di Washington DC ini baru akan selesai. Museum di sana mulai dari seni aerospace sampai yang baru saat saya di sana baru diresmikan adalah Museum American Indian Museum.
Kawasan ini berderet di sekitar St SW, Washington, DC, Amerika Serikat atau dikenal dengan National Mall yang mengelolanya adalah Organisasi induk Institusi Smithsonian.
Kembali ke soal Hari Kebebasan Pers Sedunia, saat itu anchor VoA, Patsy Widakuswara yang mewawancarai saya. Kita bahas tentang kebebasan pers secara umum termasuk kondisi di Indonesia, saya mengungkapkan apa adanya pers kita saat itu yang masih banyak tekanan apakah dari preman atau dari kekuatan lain yang mengancam. Tapi saya katakan bahwa sikap independen adalah yang harus dipegang jika pers ingin bersih dan jujur.
Jujur saja saya sendiri bangga dikasih ruang di VoA saat itu live dalam siaran bahasa Indonesia sore waktu Washington DC dan pagi waktu Indonesia yang disiarkan di Live Metro TV saat itu.
Lantas hari ini ketika sebuah Museum Kota Bandung (MKB) membuat meme yang cerdas, saya teringat saat di Washington DC itu. Meme yang cerdas ditengah posisi saat ini media sedang dalam kondisi yang tidak begitu baik, banyaknya isu ditutup dan tak tuntas kasus demi kasus, banyaknya media gulung tikar karena masa pandemi, juga banyak media peralihan medium yaitu menuju digitalisasi, dan lainnya.
Sejarah Hari Kebebasan Pers Sedunia dan Tujuannya
Hari Kebebasan Pers Sedunia dicanangkan oleh Sidang Umum PBB pada bulan Desember 1993, mengikuti rekomendasi dari Konferensi Umum UNESCO. Sejak itu, 3 Mei, peringatan Deklarasi Windhoek di seluruh dunia dirayakan sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia.
Setelah 30 tahun, hubungan bersejarah yang dibuat antara kebebasan untuk mencari, menyebarkan dan menerima informasi dan barang publik tetap relevan seperti pada saat penandatanganannya.
Peringatan khusus peringatan 30 tahun direncanakan berlangsung selama Konferensi Internasional Hari Kebebasan Pers Sedunia.
Tanggal 3 Mei berfungsi sebagai pengingat bagi pemerintah tentang perlunya menghormati komitmen mereka terhadap kebebasan pers. Ini juga merupakan hari refleksi di kalangan profesional media tentang masalah kebebasan pers dan etika profesional. Ini adalah kesempatan untuk: – merayakan prinsip-prinsip dasar kebebasan pers; – menilai keadaan kebebasan pers di seluruh dunia; – membela media dari serangan terhadap kemerdekaan mereka; – dan memberikan penghormatan kepada jurnalis yang telah kehilangan nyawa mereka saat menjalankan tugas. *Tema 2021: Information as a Public Good*
Tema Hari Kebebasan Pers Sedunia tahun ini “Information as a Public Good” berfungsi sebagai seruan untuk menegaskan pentingnya menghargai informasi sebagai barang publik, dan mengeksplorasi apa yang dapat dilakukan dalam produksi, distribusi dan penerimaan konten untuk memperkuat jurnalisme, dan untuk memajukan transparansi dan pemberdayaan tanpa meninggalkan siapa pun.
Temanya sangat relevan untuk semua negara di seluruh dunia. Ini mengakui sistem komunikasi yang berubah yang berdampak pada kesehatan kita, hak asasi manusia kita, demokrasi dan pembangunan berkelanjutan.
Peringatan 2021 juga bertepatan dengan peringatan 30 tahun Deklarasi Windhoek untuk Pengembangan Pers yang Bebas, Independen dan Pluralistik yang akan dirayakan bersamaan dengan WPFD dari 1 hingga 3 Mei 2021 di Ibu Kota Namibia.
Hari Kebebasan Pers Sedunia (WPFD) 2021 tahun ini di Namibia dan UNESCO menyelenggarakan acara kick-off penyerahan tongkat estafet dari negara tuan rumah Konferensi Global tahun Belanda. Mengutip laman Merdeka.com bahwa di Indonesia masih banyak isu kebebasan berpendapat dan berekspresi di media yang perlu ditangani terkait dengan kriminalisasi menggunakan UU ITE, terutama selama pandemi. Hak mendapat perlindungan juga perlu diperhatikan terutama untuk memperoleh berita demi masyarakat yang lebih demokratis.
Menurut laporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers tahun 2020, kasus kekerasan terhadap jurnalis meningkat tajam. Pada 2020, terjadi 117 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni 79 kasus. Oleh sebab itu, pada peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada 3 Mei ini penting menjadi momentum untuk bersuara lebih keras.
Untuk menggarisbawahi pentingnya informasi dalam lingkungan media online kita, Hari Kebebasan Pers Sedunia 2021 menyoroti tiga topik utama: Langkah-langkah untuk memastikan kelangsungan ekonomi media berita; Mekanisme untuk memastikan transparansi perusahaan Internet; Peningkatan kapasitas Literasi Media dan Informasi (MIL) yang memungkinkan orang untuk mengenali dan menghargai, serta mempertahankan dan menuntut, jurnalisme sebagai bagian penting dari informasi sebagai barang publik.
Kembali ke soal independensi adalah teks meme Museum Kota Bandung adalah visual yang tajam penuh kritik yang membangun sekaligus menohok pada konteks kekinian pers Indonesia yang nyata.
Selamat Hari Pers Dunia. Pengembangan Pers yang Bebas independen dan penuh tanggung jawab. Bravo…!!