Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat bersama PT Astra kembali menggelar Safari Jurnalistik bertema 'Masa Depan Free to Air di Era Digital dan 5G' pada Rabu, (13/10).
Acara Safari Jurnalistik batch 3 kerja sama PWI Pusat dengan PT Astra ini dibuka langsung oleh Ketua Umum PWI Pusat, Atal S. Depari.
Hadir sebagai pembicara di antaranya Ketua KPI, Agung Suprio, Ketua ATVSI, Syafril Nasution, Ketua ATVLI, Bambang Santoso, dan pengamat televisi, Apni Jaya Putra, dimoderatori Direktur Sekolah Jurnalisme Indonesia, Ahmed Kurnia.
Dalam sambutannya, Atal S. Depari mengatakan, teknologi 5G terus disuarakan PWI karena dianggap sangat penting.
Teknologi nirkabel ini, kata Atal, merupakan generasi kelima yang akan sangat mengubah landscape digital ke depan.
“Ketika TV 60 tahun lalu televisi tiba di rumah kita, konten disiarkan oleh sejumlah kecil stasiun TV yang mengontrol akses ke gelombang udara. Namun sekarang televisi berkembang pesat menjadi sangat luas dan beragam secara langsung maupun demand yang didukung teknologi broadband,” jelas Atal.
Atal menambahkan, wartawan harus bersiap memanfaatkan peluang-peluang yang ada melalui teknologi 5G. Sembari tentunya meng-upgrade diri untuk meraih kesempatan-kesempatan yang terbuka lebar kala inovasi teknologi 5G seperti migrasi siaran televisi terestrial dari analog ke digital pada 2022 mendatang.
“Ini suka atau tidak suka kita telah masuk dunia digitalisasi, dengan hadirnya teknologi 5G akan membuka banyak peluang sekaligus tantangan bagi wartawan dan masyarakat. Lahirnya banyak televisi digital akan butuh banyak SDM kapabel dan kompeten. Lebih penting lagi media TV akan butuh konten unik dan spesifik yang menyasar wilayah dan komunitas tertentu," terang Atal yang pernah menjabat ketua umum SIWO Pusat.
"Maka siapa pun yang mengedepankan keberagaman, lokalitas dan edukasi akan memenangkan persaingan ini. Program tersebut dibutuhkan pemirsa dan Tv butuh mengisi slotnya masing-masing,” sambungnya.
Ketua KPI Pusat Agung Suprio sependapat masyarakat, termasuk insan pers harus mulai bersiap dengan peralihan ke siaran digital.
“Kami juga meminta masyarakat mulai memahami sistem siaran digital serta apa saja manfaat yang akan mereka peroleh,” ujar Agung Suprio.
Menurut Agung, migrasi digitalisasi keniscayaan sehingga media televisi pun dipaksa untuk terus berinovasi.
“Milenial bahkan anak usia 11 tahun cenderung konsumsi konten melalui smartphone, sudah jarang menonton TV dan nangis kalau handphone-nya diambil. Mereka ingin mengendalikan konten melalui smartphone. Inilah perubahan perilaku yang membuat TV free to air ditinggalkan oleh penontonnya walaupun secara subjektif kaum perempuan tetap suka nonton TV Free to air seperti sinetron,” ujar Agung.
Agung berharap agar free to air digital di Indonesia segera bisa dinikmati secara gratis oleh masyarakat Indonesia seperti di Jerman.
“Ini demi menyesuaikan kebiasaan milenial melalui perubahan perilaku mereka seperti yang terjadi di Jerman,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafri Nasution menyatakan stasiun TV pada umumnya telah siap dengan peralihan siaran ke digital. Malah, sebagian anggota ATVSI secara bertahap sudah memulainya. Sehingga pada waktu yang ditentukan, 2 November 2022, seluruh siaran televisi berbasis analog betul-betul setop.
“Kami sudah memiliki infrastruktur dan tenaga kerja sumber daya manusia di setiap wilayah siaran contoh saja di RCTI sudah ada infrastruktur dari Aceh hingga Papua namun dari pelaksanaan ASO ini kami tidak mendapatkan semua provinsi sehingga begitu banyaknya investasi sudah dilakukan oleh kami baik itu untuk peralatan bangunan tanah terutama SDM nya akan muazir," tutur Syafri.
Dari sisi TV lokal, Ketua Umum Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Bambang Santoso mengharapkan perlakuan sama dengan TV nasional agar tetap bisa eksis ke depannya.
“Ada tiga hal yang harus dilakukan (pemerintah). Pertama harus mendapat regulasi yang jelas, kedua TV lokal harus mendapatkan perlakuan sama tidak bisa dibedakan karena akan semakin menggerus dan menyulitkan. Ketiga perlindungan investasi jadi tidak hanya TV besar tapi semua media cetak juga,” paparnya.
Tantangan TV lokal, menurut Bambang, cenderunh teknis karena akan menjadi broadcaster kedua secara konten dan ketiga terkait bisnis.
“Namun, menyikapi perubahan ini, ATVLI sudah menyiapkan satu skim yang namanya TVLI Channel untuk berdayakan dan menyatukan TV TV lokall,” bebernya.
Apni Putra Jaya mengatakan, ketika proses migrasi berjalan maka yang memenangi kompetisi di antara televisi maupun media ialah pemilik konten menarik.
“Siapa yang akan menang dari seluruh proses kompetisi ini? Mereka yang memegang konten kawan-kawan. Pada saat ini konten and game sudah tidak terlihat lagi siapa pemain global dan lokal, akan terjadi banyak partnership, akan ada akuisisi arus modal dari luar juga dan jalur distribusi di broadband,” jelasnya.
Apni berpendapat migrasi TV digital tak hanya membuat siaran TV free to air terestrial menghasilkan kualitas gambar dan audio yang jernih di layar kaca.
"Migrasi TV digital merupakan wujud nyata bahwa negara sedang melayani masyarakatnya untuk mempermudah akses terhadap berbagai platform media," tegasnya.
Dia juga meminta agar masyarakat mendukung upaya migrasi ke TV digital agar pembangunan infrastruktur internet dengan kecepatan tinggi dapat segera terlaksana.
“Digitalisasi akan mengubah fungsi produksi, distribusi dan rekomendasi konten,” katanya.