Hiruk pikuk politik 2024 telah dirasakan masyarakat sedari kini, meski pencoblosan baru akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 atau sekitar 20 bulan lagi.
Harapan besar dari seluruh elemen bangsa terhadap Pemilu Serentak 2024 begitu besar, terutama untuk kemajuan demokrasi di Indonesia.
Dalam beberapa minggu pasca Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriyah, publik disajikan dengan beragam pemberitaan tentang manuver sejumlah elite partai politik (paprol).
Teranyar, ada 3 parpol yang menandatangani nota kesepahaman atau MoU untuk membentuk satu poros koalisi untuk menhadapi Pilpres 2024 yang diberi nama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Poros koalisi yang diisi oleh Partai Golkar, PAN, dan PPP ini mengusung strategi "Politik Gagasan" yang visi besarnya menginginkan kontestasi politik yang tak memberikan dampak perpecahan di antara masyarakat.
Di sisi yang lain, sejumlah elite parpol selain 3 parpol tersebut saling mengunjungi dan berkomunikasi untuk membuka peluang membentuk poros koalisi lain.
Peristiwa terakhir adalah pertemuan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, dengan Presiden RI ke-6 yang kini menjabat Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Yang tak kalah menarik, panggung politik jelang Pemilu Serentak 2024 juga diramaikan gimik-gimik politik yang dipertontonkan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang belakangan disebut-sebut telah pecah kongsi.
Terlepas dari dinamika politik terkini, membentuk koalisi merupakan satu hal yang mutlak dalam demokrasi Indonesia, mengingat Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu mensyaratkan parpol untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi parlemen untuk mengusung capres dan cawapres.
Namun belajar dari pengalaman Pemilu Serentak 2019 silam, mayoritas publik menginginkan agar capres-cawapres yang tersaji di dalam menu Pilpres 2024 tidak hanya dua pasangan calon (paslon). Tapi, harapannya bisa 3 atau lebih paslon agar tidak terjadi polarisasi atau pembelahan di masyarakat.
Menariknya, gagasan 3 paslon tidak hanya menjadi konsen masyarakat umum atau elite politik semata, tapi juga oleh insan pers yang tergabung di dalam Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).
Salah satu realisasi sajian politik tanpa polarisasi untuk Pemilu Serentak 2024 diaplikasikan ke dalam sebuah acara diskusi publik bertajuk "Tantangan Pers Nasional di Tahun Politik Menuju Pemilu 2024", yang diselenggarakan secara hybrid dari Roemah Djan, Jalan Talang No. 3, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/6).
Dalam acara ini, JMSI akan mengupas tuntas konstelasi politik terkini menjelang Pemilu Serentak 2024, yang tujuannya bisa memberikan khazanah politik yang damai, mencerdaskan dan mempersatukan bangsa Indonesia.
Sejumlah narasumber yang dihadirkan di antaranya merupakan kepala lembaga yang memegang peranan penting dalam hal pers dan kepemiluan.
Mereka adalah Ketua Dewan Pers Prof. Azyumardi Azra, Ketua KPU RI Hasyim Asyari, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia, dan Ketua Dewan Kehormatan Pesatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Ilham Bintang.
Halal Bihalal JMSI akan Bongkar Konstelasi Politik Terkini
Laporan: Tim Redaksi JMSI