Jaringan Media Siber Indonesis (JMSI) Maluku mengecam sikap reaksioner Ketua DPRD Maluku Benhur George Watubun yang sempat mengancam wartawan Harian Rakyat Maluku yang sedang melakukan liputan di lingkungan DPRD Provinsi Maluku.
Menurut Ketua JMSI Maluku Ongki Anakoda, tidak sepantasnyanya seorang ketua DPRD bersikap reaktif itu terlebih di hadapan umum.
“Kami sangat menyayangkan sikap Ketua DPRD Maluku. Dia, perwakilan dari rakyat, seharusnya dia menjaga sikapnya di ruang publik. jangan malah mengancam," kata Anakoda, Kamis (11/5).
Pimpinan Redaksi Harian Kabar Timur itu menegaskan, tindakan berupa ancaman baik fisik maupun psikis kepada jurnalis adalah tindakan yang mencederai kebebasan pers, apalagi itu dilakukan oleh seorang Ketua DPRD.
Anakoda menjelaskan, ketika melakukan ancaman itu, pelaku tak hanya menciderai Kemerdekaan Pers yang salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan jelas bertentangan dengan UU 40/1999 tentang Pers.
Ancaman terhadap jurnalis Harian Rakyat Maluku yang dilakukan Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur G Watubun juga disesalkan Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Cabang Ambon Kahairiyah Fitri.
Menurut Kahairiyah Fitri, setiap wartawan yang bertugas melaksanakan tugas jurnalistik sepenuhnya dilindungi oleh UU Pokok Pers.
"Nah, termasuk ancaman kepada pers ini juga telah melanggar UU Pokok Pers nomor 40 Tahun 1999, di situ semuanya telah diatur dan dijelaskan. Bagi siapapun yang melanggar UU dan menghalangi tugas jurnalistik juga ada sanksinya," katanya.
Kahairiyah Fitri menegaskan, supremasi hukum, sebagaimana tercantum dalam pasal 2. Dengan demikian, lanjut dia, setiap orang yang secara sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
“Pasal-pasal di atas secara jelas dan eksplisit menjamin dan melindungi kebebasan pers. Jurnalis bekerja untuk kepentingan publik seharusnya mendapatkan rasa aman dalam meliput bukan justru dintimidasi dengan cara-cara yang merugikan kepentingan publik. Ancaman atau intimidasi yg dilakukan membuktikan pelaku belum melek UU Pers,” tegasnya.
Dia menambahkan, seseorang jika merasa tidak puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, sebaiknya menggunakan hak jawab dan koreksi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 poin 11 UU 40/1999.
“Ini juga menjadi catatan penting bagi perusahaan media agar menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus yang berpotensi untuk terjadinya ancaman fisik maupun psikis,” tambahnya.
Kronologi Kejadian
Ketua DPRD Maluku, Benhur George Watubun diduga mengancam jurnalis Harian Rakyat Maluku untuk tidak melakukan aktivitas liputan di DPRD Provinsi Maluku. Ancaman itu ia tujukan kepada Silmi, wartawati Harian Rakyat Maluku tanpa alasan yang jelas, saat melakukan tugas liputan pendaftaran Bacaleg partai politik di Kantor KPU Provinsi Maluku, Kamis (11/5).
"Nama Silmi itu, jangan pernah datang liput di DPRD Maluku," ancam Benhur, seperti ditirukan Silmi. Silmi ikut mendengar ancaman itu karena berada tak jauh dari Benhur dengan beberapa wartawan di dalam ruang pendaftaran Bacaleg.
Selain menyampaikan ancaman itu didepan banyak wartawan, Benhur yang baru saja menggantikan posisi Murad Ismail sebagai Ketua DPD PDIP Maluku juga menemui Silmi setelah dia mengetahui Silmi juga berada di gedung itu. Secara langsung kepada Silmi, Benhur mengeluarkan kecaman terkait kerjasama publikasi media antara lembaga DPRD Provinsi Maluku dengan Harian Rakyat Maluku.
"Ingat ee, putus kerjasama Harian Rakyat Maluku punya dengan DPRD, dan jangan lupa sampaikan ke Pimpinanmu ya," kata Benhur seperti dikutip Silmi.
Terkait ancaman tersebut, Silmi mengaku, sangat terganggu dan syok serta malu. Pasalnya, ancaman itu disampaikan di hadapan banyak orang.
"Saya sangat terpukul dan malu karena diancam tanpa mengetahui alasannya," ungkap Silmi.
Pemimpin Redaksi Harian Rakyat Maluku, Syaikhan Azzuhry Rumra menyayangkan sikap arogan yang diperlihatkan Benhur Watubun kepada wartawannya. Apalagi, tanpa penjelasan, pemberitaan apa yang menjadi pemicu atau merugikan dirinya atau lembaga DPRD.
“Kalau terkait pemberitaan, harusnya yang bersangkutan melakukan klarifikasi, koreksi atau hak jawab. Karena kita tidak pernah menutup ruang bagi narasumber untuk memberikan klarifikasi atau hak jawab terhadap pemberitaan yang dianggap merugikan mereka,” tegasnya.
Untuk itu, Syaikhan yang juga Direktur Harian Rakyat Maluku ini mempertanyakan kepada Benhur yang juga Ketua DPD PDIP Maluku itu, pemberitaan apa yang dianggap merugikan dirinya, kinerjanya di DPRD atau lembaga DPRD, sehingga dia melarang wartawan melakukan tugas jurnalistik di lembaga legislatif itu?
“Persoalan berita apa sampai Benhur mengancam wartawan kami. Jika itu soal pemberitaan terkait dengan kinerjanya DPRD atau terkait lembaga DPRD, maka harus disampaikan, dan kami membuka ruang klarfikasi atau hak jawab," tagas Syaikhan.
Menurut Syaikhan, beberapa hari ini Harian Rakyat Maluku, konsisten menurunkan berita terkait dengan pergantian Ketua DPD PDIP Maluku, Murad Ismail. Terutama, terkait isu antara Mercy Barends atau Benhur Watubun yang ditunjuk sebagai pelaksana tugas ketua DPD PDIP.
“Beberapa hari lalu, kami juga dilaporkan saat jumpa pers di sekretariat DPD PDIP, kabarnya Benhur mencari wartawan Harian Rakyat Maluku, bahkan dia sempat mananyakan salah seorang mantan wartawan Harian kami dan memberikan ancaman yang sama. Tapi kami tidak mengubris karena kami tidak mendengar ancaman itu langsung. Tidak hanya itu, dia juga sempat mengirim pesan ke salah seorang wartawan kami dengan pesan yang intinya meminta untuk tidak menulis berita yang menyudutkan orang, namun tanpa penjelasan yang detil berita mana,” tegasnya.
Kali ini, lanjut dia, ancaman itu dilakukan langsung didepan wartawan Rakyat Maluku, sehingga kami cukup menyanyangkan tindakan itu dilakukan seorang pejabat publik atau wakil rakyat.
Syaikhan menambahkan, bila ketersinggungan Benhur Watubun terkait dengan pemberitaan yang berkaitan dengan DPD PDIP, maka tidak ada korelasinya dengan kerjasama publikasi antara Harian Rakyat Maluku dan lembaga DPRD Maluku, sehingga diancam untuk diputus. Sebab, lembaga itu merupakan lembaga publik dan berhubungan dengan 45 anggota DPRD dari partai yang berbeda-beda. Anggarannya pun dari APBD bukan milik PDIP.
”Sekali lagi, kalau keberatan dengan pemberitaan, tolong disampaikan, kita akan buka ruang untuk klarifikasi. Sebab, setiap pemberitaan terkait dengan DPD PDIP juga dilakukan konfimasi ke yang bersangkutan. Jangan main ancam putus kerjasama di DPRD. Kerjasama di DPRD itu semua wakil rakyat berkepentingan di dalamnya untuk mempublikasikan kinerjanya kepada publik atau ke konstituen mereka. Jadi sekali lagi bukan anggaran PDIP,” tegas Syaikhan.
Sementara Ketua DPRD Maluku, Benhur G Watubun yang dikonfirmasi, belum memberikan penjelasan secara detail. Kepada wartawan Rakyat Maluku, dia hanya menyebut tidak memarahi wartawan yang dimaksud. “Beta seng marah dia,” ucap Benhur singkat.