Sebagai pilar demokrasi, Pers seharusnya menjadi instrumen kontrol pemerintah dan pejuang kepentingan publik. Namun di sisi lain Pers dipersepsikan buruk karena karena kerap dicap penyebar hoaks.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengasumsikan banyak media yang belakangan menjadi perusak pers.
Pasalnya, media kerap dimanfaatkan sebagai alat kekuasaan dan kepentingan. Imbasnya, merusak tatanan publik dengan framing informasi yang keliru dan mengatasnamakan publik.
Yadi berpandangan bertumbuhnya perusahaan media di Indonesia tidak disertai kualitas pers yang baik dan kuat.
"Pers kita tidak dibangun dengan culture yang kritis dan skeptis," katanya saat menjadi narasumber Diskusi Kebebasan, Etika, dan Netralitas Pers, yang diselenggarakan Dewan Pers, Rabu (5/7).
Dewan Pers menemukan efektivitas media dimanfaatkan sejumlah calon pemimpin untuk membuat atau membeli medianya sendiri untuk digunakan sarana berkampanye.
"Setelah terpilih/tidak terpilih medianya dibiarkan tidak terurus," sambungnya.
Temuan lainnya, banyak LSM atau pengacara di daerah membuat media untuk memeras dan memberitakan sesuai kepentingan mereka. Selanjutnya penggunaan atribut dan nama institusi negara banyak digunakan oknum tidak bertanggungjawab.
"Pers memiliki peran penting dalam mewujudkan pemilu yang bebas, rahasia, jujur dan adil. Peran pers pun menjadi relevan dengan berbagai penyebaran hoaks di lini masa dan berkembangnya buzzer," pungkasnya.
Jadi Alat Kekuasaan, Banyak Media Merusak Pers
Laporan: Tim Redaksi JMSI