Keputusan yang diambil Pengurus Pusat Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) untuk membenahi kepengurusan di Provinsi Sumatera Utara yang sempat mengalami perpecahan sudah semestinya dilakukan.
Keputusan Pengurus Pusat JMSI itu pun dinilai telah sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
Demikian antara lain disampaikan Ketua Pengda JMSI Kepulauan Riau Eddy Supriatna dalam keterangan Jumat (21/7).
Pernyataan Eddy disampaikan sebagai respon atas tuduhan-tuduhan pihak yang tidak puas dengan keputusan PP JMSI membenahi JMSI Sumut.
Eddy mengatakan, sebetulnya dirinya tidak ingin ikut campur dalam urusan ini.
Namun tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada PP JMSI dipandang sudah tidak sehat dan menciderai organisasi.
“Kami mengikuti persoalan yang berkembang di Sumut. Diawali perpecahan antara ketua lama dan sekretaris lama. Justru mereka (pihak yang tidak puas saat ini) yang meminta agar PP JMSI turun tangan. Dan mereka terbukti tidak bisa menyelesaikan masalah di antara mereka,” ujar Eddy.
Puncak persoalan di Sumut terjadi setelah Ketua Pengda JMSI Sumut sebelumnya, Rianto Aghly, melantik Pengurus Cabang Simalungun tanpa kordinasi dengan pengurus daerah yang lain. Pelantikan itu juga dengan sengaja mengabaikan aturan main organisasi.
Selanjutnya, Sekretaris JMSI Sumut yang lama Chairum Lubis dan kelompoknya mengecam manuver Rianto Aghly dan meminta PP JMSI turun tangan.
“PP JMSI sejak awal hati-hati menghadapi konflik internal di Sumut. Agar tidak berkembang ke arah yang semakin tidak baik, PP JMSI Sumut menerbitkan surat yang isinya meminta agar Pengda JMSI Sumut melakukan konsolidasi untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Tapi memang kubu Anto Genk dan Chairum Lubis sudah tidak bisa duduk bersama,” urai Eddy.
Eddy menambahkan, dirinya mempelajari dengan teliti berbagai dokumen yang diterbitkan PP JMSI untuk membenahi persoalan di Sumut. Menurutnya, keputusan itu sudah sejalan dengan aturan main.
“Memang terjadi pelanggaran aturan dalam pembentukan Pengcab. Di dalam ART disebutkan bahwa untuk membentuk Pengcab, Pengda harus meminta persetujuan dari Pusat. Ini untuk menghindari penyalahgunaan nama organisasi di daerah, seperti yang pernah terjadi di Sumut juga beberapa waktu lalu,” jelasnya lagi.
Langkah Bijaksana
Kesempatan yang diberikan PP JMSI untuk membenahi kepengurusan di Sumut dengan menunjuk seorang pelaksana tugas juga dipandang bijaksana, dan sudah tepat serta sesuai dengan aturan organisasi.
“Memang ada aturan di dalam ART yang mengatakan Pusat dapat memberhentikan Ketua Pengda bila melanggar disiplin organisasi atau merusak nama baik organisasi. Itu di Pasal 13 ART. Dalam pasal yang sama juga disebutkan bahwa selanjutnya Pusat harus menunjuk pelaksana tugas ketua Pengda. Jadi tidak ada yang salah. Kita perlu membaca AD dan ART kita dengan lebih teliti,” kata Eddy lebih lanjut.
Sayangnya, tambah Eddy, Musyawarah Daerah yang dilakukan untuk membenahi kepengurusan, termasuk mengevaluasi jalannya kepengurusan di era Rianto Aghly dan Chairum Lubis malah digunakan kelompok Chairum Lubis untuk melawan SK yang diterbitkan PP JMSI.
Terakhir, dia berpesan agar Pengda JMSI Sumut yang kini dipimpin Plt. Ketua Aulia Andri tetap fokus dan tidak terpengaruh manuver pihak yang tidak puas.
Dia juga berpesan agar kelompok yang tidak puas menghentikan upaya merusak nama organisasi.