Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi digital di kebanyakan negara maju tidak diiringi dengan pertumbuhan jumlah perusahaan media siber. Masyarakat pers di negara-negara itu memanfaatkan teknologi digital sebagai instrumen yang mendukung konvergensi diseminasi karya jurnalistik.
Sementara di Indonesia, perkembangan teknologi digital diikuti dengan pertumbuhan jumlah perusahaan media massa berbasis internet yang begitu masif.
“Kalau kita perhatikan rasanya hanya di Indonesia perkembangan dunia digital melahirkan begitu banyak perusahaan media. Di negara-negara yang sudah stabil teknologi digital digunakan untuk memperkuat existing media dan nyaris tidak melahirkan entrepreneur baru di bidang pers,” kata Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, ketika memberikan tanggapan pada peluncuran Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2023 yang dilakukan Dewan Pers di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis siang (31/8).
Selain Teguh, dua pembicara lain yang membahas IKP 2023 adalah peneliti Setara Institute Ismail Hasani dan Kabag Penum Humas Polri Kombes Nurul Azizah. Presentasi mengenai IKP 2023 sebelumnya disampaikan Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers, Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro. Sementara Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Usman Kansong dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu memberikan sambutan pembuka.
Teguh dalam pembahasannya mengatakan dirinya khawatir banyak pengusaha baru di bidang media yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia terjebak pada praktik “monkey business” atau sekadar ikut-ikutan karena mengharapkan cuan semata.
Hal ini sejalan dengan temuan dalam survei IKP 2023 yang mencatat bahwa problematika utama yang dihadapi masyarakat pers nasional adalah situasi di mana banyak perusahaan media tidak optimal dalam memenuhi aspek kesejahteraan insan pers. Selain itu, juga ditemukan persoalan dependensi atau ketergantungan yang begitu kuat pada kelompok kepentingan.
Teguh menegaskan, dengan mengatakan hal itu dirinya tidak bermaksud mengecilkan upaya berbagai pihak mendirikan perusahaan media dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital.
“Saya tidak bermaksud mengecilkan upaya kawan-kawan berwiraswasta menjadi entepreneur di bidang media. (Upaya itu) mengaitkan dua hal, pertama businnes mindset, dan kedua, tanggung jawab sosial. Ini perlu diapresiasi,” katanya lagi.
Namun, ujar Teguh lagi, yang juga perlu mendapatkan perhatian serius adalah daya dukung ekosistem yang memungkinkan perusahaan media dapat bertahan (media sustainability) sehingga mampu menghasilkan karya pers yang baik (good journalism), yang positif, dan konstruktif.
Menurut Teguh, ada dua persoalan utama yang dihadapi perusahaan media yang tumbuh memanfaatkan perkembangan teknologi digital. Persoalan pertama terkait kapasitas perusahaan maupun insan pers yang bekerja di dalamnya.
Kedua, terkait dengan kemampuan perusahaan media untuk bisa bertahan. Umumnya, perusahaan media di daerah bertahan hidup dari kemitraan yang dibangun dengan berbagai lembaga, terutama lembaga pemerintah di daerah.
Teguh lantas membandingkan persoalan ini dengan diskursus mengenai publisher rights yang akhir-akhir ini juga mewarnai pembicaraan di ruang publik.
Menurut Teguh, urusan kemitraan perusahaan media dengan berbagai instansi dan lembaga di daerah, baik lembaga pemerintah, maupun pihak-pihak swasta dan korporasi, lebih pelik dari perdebatan mengenai pembagian keuntungan antara publisher dengan platform digital global seperti Google.
“Publisher Rights itu urusan media-media besar di Jakarta yang merasa dirampok oleh platform digital karena konten mereka diambil Google. Sementara perusahaan media di daerah banyak yang senang bila beritanya diambil Google,” kata Teguh.
Secara internal, Teguh mengatakan, JMSI melakukan pemantauan yang ketat terhadap anggotanya yang berjumlah antara 800 sampai 900 media. Anggota JMSI dibagi dalam empat klaster yang ditandai dengan bintang. Bintang satu untuk perusahaan media yang telah memiliki badan hukum. Lalu bintang dua untuk yang telah mengikuti pendataan di Dewan Pers. Bintang tiga untuk yang telah terverifikasi administratif oleh Dewan Pers. Serta bintang empat untuk untuk yang telah terverifikasi faktual.
Selain itu, JMSI baru-baru ini juga meluncurkan aplikasi SemuaNews yang merupakan news platform yang mendiseminasi berita dari media-media yang telah terverifikasi dan profesional oleh Dewan Pers.
Terkait dengan media sustanaibility, JMSI juga memiliki satu bidang khusus yang bertugas untuk membantu pengembangan potensi daerah.
“Kami merasa penting untuk membantu anggota-anggota kami pengusaha media di daerah memiliki entrepreneurship yang baik untuk mengembangkan perusahaan media mereka agar bisa sustain,” demikian Teguh Santosa.