Wacana “take down” berita dikemukanan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu. Tujuannya agar stabilisasi dan dinamisasi Pemilu 2024 sapat terwujud dengan baik. Namun, wacana ini masih dalam pembahasan secara intensif oleh Dewan pers bersama stakeholders lain.
Demikian dikatakan Ninik Rahayu pada "Workshop Peliputan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden oleh Media di Lampung" Ybertempat di Hotel Novotel Jl. Gatot Subroto No 136 Sukaraja Bandarlampung, Provinsi Lampung, Senin (18/09/2023).
Ditambahkan Ninik, pihaknya (Dewan Pers) menginginkan keikutsertaan semua pihak seperti Menkopolhukan, BIN dan pihak-phak lain. Sebab persoalan ini samgat sensitif. Apalagi bagi kalangan media dalam hal ini wartawan.
Terpisah, Ketua JMSI Lampung Ahmad Novriwan menilai, hal tersebut masih taraf wacana. Dan masih butuh kajian serius.
Novriwan menyakini, dewan pers lebih memahami kerja-kerja kewartawanan. Antara idealita dan kebutuhan waktu untuk tayangnya sebuah berita membutuhkan kecepatan. Ini tantangan yang berat dihadapi wartawan.
Pertanyaannya kemudian, apakah dengan di take down nya sebuah berita kemudian sisi yuridis dinapikkan? Sementara masyarakat pers ada UU 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik. Hak masyarakat pers dan hak masyarakat diatur dalam UU Pers dan Kode Erik Jurnalistik.
Rasanya wacana take down berita tidak tepat untuk dilakukan. Karena alam demokrasi Indonesia memberikan kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diatur dalam UUD 45.
Kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang mengacu pada hukum kedaruratan.