Ekspresi keberpihakan terhadap isu kemanusiaan boleh dilakukan siapapun termasuk oleh seorang jurnalis. Namun, bagi seorang jurnalis, karya yang dihasilkan harus tetap mengikuti kaidah dan etika pers.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya dalam keterangannya kepada redaksi Minggu malam (29/8).
Pernyataan ini dikirimkan Agung untuk meluruskan pemberitaan sebelumnya di Tempo yang mengatakan dirinya menilai penggunaan syal bermotif bendera Palestina oleh presenter TVOne merupakan pelanggaran etika jurnalistik.
Presenter TVOne tersebut mengenakan syal bendera Palestina saat membacakan berita demonstrasi “Bela Baitul Maqdis” di depan Kedubes AS di Jakarta, Sabtu (28/10).
“Rekan-rekan wartawan terkait dengan berita saya di Tempo, saya ingin menyampaikan bahwa yang saya maksud bukan melanggar kode etik. Dikatakan melanggar jika karya jurnalistiknya tidak memenuhi unsur kode etik jurnalistik,” urai Agung.
Dia menegaskan bahwa dalam kasus syal bendera Palestina yang dikenakan presenter TVOne tidak ada kaitannya dengan karya jurnalistik.
“(Itu) hanya pemakaian syal (bendera Palestina oleh) presenter,” ujarnya sambil menambahkan bahwa bendera Palestina bukan simbol keagamaan.
Kasus presenter TVOne memakai syal bendera Palestina ini sedang ramai dibicarakan di jejaring media sosial.
“Saya menilai, pelanggaran etik bisa diukur dari karya jurnalistik, bukan dari simbol (yang dikenakan). Apakah karya jurnalistik yang disajikan sesuai dengan kode etik jurnalistik, atau tidak?” sambungnya.
Agung sekali lagi menegaskan bahwa keberpihakan seorang jurnalis dalam isu kemanusiaan bukan sebuah masalah. Hal yang penting, sambungnya, konten berita harus berimbang, terverifikasi, dan lain sebagainya.
“Kecuali TVOne, misalkan, presenternya mengajak dalam narasi menyertakan personal narative atau opinion,” demikian Agung Dharmajaya yang juga Ketua Dewan Pakar Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).